Buku biografi Bung Karno yang saya temukan |
Suatu hari saat sedang bersantai di rumah keluarga istri saya di Tasikmalaya, saya coba untuk melihat-lihat rak buku dan album foto. Isinya kebanyakan adalah foto-foto keluarga istri jaman dahulu, dan ada beberapa buku-buku jadul milik papi mertua. Nah, ada salah satu buku jadul yang cukup membuat saya kaget yaitu buku berjudul "Bung Karno: Penjambung lidah rakjat Indonesia" karya Cindy Adams. Bukunya sudah usang dan bau, mungkin karena usianya yang sudah puluhan tahun serta sudah jarang dibuka. Apalagi sejak papi mertua terkena stroke, mungkin beliau sudah tidak begitu gemar membaca. Tapi saya yakin papi sudah menyelesaikan bacaan buku ini. Membuktikan bahwa meskipun keluarga istri saya keturunan Tionghoa, tetapi memiliki jiwa nasionalisme terhadap negara Indonesia.
Berdasarkan browsing-browsing di Google, nama Cindy Adams ternyata adalah seorang kolumnis dan penulis yang cukup terkenal di Amerika Serikat. Cindy lahir di Manhattan, New York tahun 1930 dan menjadi wanita pertama yang sukses mewawancarai Presiden Sukarno. Buku biografi Bung Karno ini konon terbit pada tahun 1965 dalam bahasa Inggris dan terbit dalam bahasa Indonesia tahun1966 (mohon ralat jika salah). Sejujurnya saya tidak begitu membaca secara penuh buku ini, namun kurang lebih yang saya tangkap buku ini berisi sejarah mulai dari kelahiran, masa kecil Bung Karno hingga ia bersekolah kemudian hijrah ke berbagai tempat untuk aktivitas politik dan perjuangannya bagi bangsa Indonesia. Buku ini juga mengulas bagaimana Bung Karno dipenjara di Sukamiskin, dibuang ke Ende, NTT, lalu dibuang lagi ke Bengkulu dimana beliau terkena Malaria. Sampai kisah-kisah perjuangannya ketika beliau naik menjadi presiden Republik Indonesia.
Dalam blog ini saya tidak akan me-review penuh buku ini, melainkan untuk mengulas sedikit saja tentang pendapat Bung Karno mengenai Nazisme serta Fasisme yang pada masanya sedang dalam masa jaya. Dihalaman 196 pada buku, tertulis bahwa Bung Karno tahun 1941 menjadi kontributor di sebuah surat kabar bernama Harian Pemandangan. Surat kabar ini dikendalikan oleh Anwar Tjokroaminoto dan menjadi sebuah media pergerakan kemerdekaan.
Bung Karno menuliskan seperti ini (saya tulis dalam bahasa Indonesia ejaan baru):
"Patriotisme tidak boleh disandarkan pada pengertian kebangsaan yang sempit, seperti Italia dan Jerman - meletakan kepentingan bangsa dan negeri diatas kepentingan kesejahteraan manusia-manusia didalamnya. Saya berdoa kepada Allah Ta'ala agar melindungi kita dari kefasikan untuk mempercayai fasisme dalam menuju kemerdekaan.
Pemboman rumah-rumah, pembunuhan perempuan dan anak-anak, penyerangan terhadap negeri-negeri yang lemah, penangkapan orang-orang yang tidak bersalah, penyembelihan (pembantaian) terhadap jutaan orang Yahudi, itulah ISME yang hendak berkuasa sendiri. Fasisme tidak mengijinkan adanya parlemen. Fasisme adalah usaha terakhir untuk menyelamatkan kapitalisme.
Seluruh dunia harus membenci Hitler-Hitler dan Mussolini-Mussolini yang ada dipermukaan bumi ini. Dan panjinya cita-cita Indonesia haruslah Anti Nazisme dan Anti Fasisme. Hari ini saya mengangkat pena saya guna memuntahkan saya punya kebencian terhadap penyakit ini yang tidak mau menyeret kita ke dalam peperangan dan bencana besar.
Pendapat Bung Karno tentang Nazi |
Cukup menarik bukan? Bahwa sang Proklamator kita ini ternyata seorang yang anti Nazi. Beliau mengibaratkan Nazisme seperti penyakit yang harus disingkirkan dan bahkan beliau membela kaum Yahudi yang dibantai Nazi dalam jumlah yang sangat besar. Saya berpikir bahwa Bung Karno adalah orang yang sangat 'update' tentang perkembangan perang dunia 2 di front Eropa. Tentu saja mendengar berita kekejaman Nazi terhadap orang-orang Polandia, Yahudi dan kaum lainnya membuat rasa manusawi Bung Karno timbul. Di akhir perang, korban jiwa tewas adalah sekitar 6 juta orang Yahudi, 1,8 sampai 3 juta orang Polandia , dan korban terbanyak adalah dari pihak Uni Soviet yang mana sekitar 20 juta tewas.
Saya meyakini Bung Karno adalah salah satu orang yang tidak setuju tentang teori rasial ala Nazi, dimana menganggap ras Arya Jerman adalah yang terbaik, terunggul diantara ras manusia lainnya. Ia mengharapkan bahwa kelak negara Indonesia haruslah terhindar dari ideologi Fasisme apalagi menganut teori ras unggul. Negeri ini dihuni oleh berbagai etnis, ras, agama dan bahasa, yang mana sikap saling meninggikan diri tidak cocok diterapkan.
Berikut ini adalah beberapa gallery yang menunjukan beberapa foto Bung Karno diberbagai situasi dan tempat:
Bung Karno tahun 1944 bersama para pekerja romusha (kiri) Foto bersama ayahanda (kanan) |
Bung Karno tiba di bandara Maguwoharjo Yogyakarta tahun 1949 (atas) Bersama Jenderal Sudirman tahun 1949 (bawah) |
Bung Karno saat berada di Ambon |
Bersama presiden Republik Rakyat Tiongkok, Mao Tse-Tung tahun 1956 (atas) Bersalaman dengan tokoh Irian Barat tahun 1963 |
Bung Karno di Kalimantan Barat 1963 (atas) Bersama penari Cakalele, Makassar 1963 (bawah) |
Komentar
Posting Komentar